Hujan deras yang mengguyur kota
Menyurutkan suhu kota yang membakar
Menyeka keringat yang membasahi badan
Kini telah berubah menjadi rintik-rintik
Sebelum akhirnya meninggalkan kota
Kereta yang kunanti terlambat datang
Mungkin terjebak macetnya lalu lintas kota
Mereka yang juga menanti tampak sedikit gusar
Mempertaruhkan hidup di atas himpitan waktu
Sepuluh menit, duapuluh menit, belum datang juga
Di ujung menit ketigapuluh, kereta datang tanpa rasa malu
Berhenti sejenak mengambil nafas yang terengah
Tersesakkan kotornya udara di jalur yang ia lalui
Aku dan yang lainnya berjubel, berlomba untuk masuk
Mencari tempat yang pas untuk posisi senyaman mungkin
Meski kenyataannya takkan pernah senyaman di rumah
Banyak kepala berebutan mengambil udara di ruang gerbong
Dan akhirnya, kereta kembali berlari sangat lambat
Mungkin karena ia takut terguling ke luar jalur
Atau mungkin karena kaki-kakinya telah termakan usia
Satu persatu stasiun ia singgahi sejenak 'tuk mengisi perut
Dan berangkat kembali menuju pemberhentian berikutnya
Entah pada saat singgah di stasiun mana
Ku lihat di luar sana banyak manusia bersiap memperebutkan posisi
Dan begitu kereta berhenti dan pintu dibuka
Mereka membanjiri gerbong yang telah penuh sesak
Pandanganku menyusup ke antara kerumunan orang
Dan terhenti ke sosok gadis yang duduk sendiri di bangku stasiun
Ia terlihat tenang menanti kereta yang tak kunjung datang
Kedua kaki indahnya berayun, memainkan genangan air di hadapannya
Percikan-percikan kecil pun tercipta indah
Seindah sepasang mata yang ia miliki
Sayang, tak berselang lama, keretaku ini meninggalkannya
Aku pun harus rela meninggalkannya, dan hanya mampu mengenangnya